Kamis, 04 April 2013

KETERKAITAN HAMA (SERANGGA) DENGAN LINGKUNGAN







KETERKAITAN HAMA (SERANGGA) DENGAN LINGKUNGAN
(Tugas Dasar Dasar Perlindungan Tanaman)


Oleh


Kelompok 3
1.      Ade Satria Mulya Atmaja                         1114131001
2.      Ayu Prasetyowati                                     1114131017
3.      Graha Abadi Pasyaman                            1114131051
4.      Julian Tika                                                 1114131063
5.      M. Rizky Adityas                                     1114131067
6.      Novita Niar Sari Filly                                1114131085
7.      Rachmat Kautshar Putra                           1114131091
8.      Silvia Medita Sari                                     1114131109
9.      Sonya Liza Anggraini                               1114131111
10.  Yefrika Adila Syanur                                1114131127


 









JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012
Hama tanaman ialah semua binatang yang dalam aktivitas hidupnya biasa merusak tanaman atau merusak hasilnya dan menurunkan kwantitas maupun kwalitas,sehingga menimbulkan kerugian ekonomis bagi manusia.Diantara binatang yang dapat merupakan hama bagi tanaman diantaranya adalah seranga yang mempunyai daerah atau tempat huni yang hampir tiada batasnya(cosmopolitan) dan yang paling banyak jenisnya. Dari semua jenis binatang yang ada,keseluruhannya berjumlah 957000 jenis, sebanyak 72% atau 686000 jenis termasuk kelas serangga. Masalah hama berkaitan dengan masalah populasi. Pengetahuan tentang dasar-dasar biologi menunjukkan bahwa herbivora, jasad pemakan tumbuhan, merupakan suatu kumpulan trofi yang memang bertugas mengatur populasi tumbuhan (atau secara metabolis, herbivora adalah jasad yang hanya mampu memanfaatkan energi yang telah diolah, atau jasad heterotrof). Herbivora ini disebut hama atau jasad pengganggu (OPT, Organisme Pengganggu Tanaman) karena memakan tumbuhan yang diusahakan baik secara ekonomis maupun subsisten, oleh manusia. Hubungan antara jasad herbivora yang terdiri atas individu akan berkumpul membentuk populasi dan bersama-sama melakukan "serangan" (dilihat dari sisi jasad herbivora) sehingga mengakibatkan "kerusakan" (dilihat dari sisi tumbuhan) dan menimbulkan "kerugian ekonomi" (dilihat dari sisi kepentingan penanam/manusia. Hubungan tersebut kemudian juga menekankan pentingnya "jumlah anggota populasi" sebagai tolok ukur kerugian (atau kemungkinan kerugian) yang terjadi.  Fluktuasi populasi dari waktu ke waktu disebut dinamika populasi.

A.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga

Faktor Dalam; yang meliputi kemampuan berkembang biak, perbandingan jenis kelamin, sifat mempertahankan diri,  daur hidup, dan umur imago.

Faktor Luar; yang meliputi faktor fisis lingkungan, makanan, faktor hayati(musuh alami)
Tinggi rendahnya populasi ditentukan oleh: hama itu sendiri(faktor dalam) dan keadaan lingkungan (faktor luar).
1. Faktor Dalam
Faktor dalam yang mempengaruhi daya tahan serangga untuk dapat tetap hidup dan berkembang biak antara lain adalah :
a. Kemampuan Berkembang Biak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi oleh kecepatan berkembang biak, keperidian dan fekunditas (Natawigena, 1990). Keperidian (natalitas) adalah besarnya kemampuan jenis serangga untuk melahirkan keturunan baru. Serangga umumnya memiliki keperidian yang cukup tinggi . Semakin kecil ukuran serangga, biasanya semakin besar keperidiannya. Sedangkan fekunditas (kesuburan) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor betina untuk memproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan, maka lebih tinggi kemampuan berkembang biaknya. Kecepatan berkembang biak dari sejak terjadinya telur sampai menjadi dewasa yang siap berkembang biak, tergantung dari lamanya siklus hidup serangga. Serangga yang memiliki siklus hidupnya pendek, akan memiliki frekuensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki siklus hidup lebih lama (Natawigena, 1990).
b. Perbandingan Jenis Kelamin
Perbandingan jenis kelamin antara jumlah serangga jantan dan betina yang diturunkan serangga betina kadang-kadang berbeda, misalnya antara jenis betina dan jenis jantan dari keturunan penggerek batang (Tryporyza) adalah dua berbanding satu, lebih banyak jenis betinanya. Suatu perbandingan yang menunjukkan jumlah betina lebih besar dari jumlah jantan, diharapkan akan meghasilkan populasi keturunan berikutnya yang lebih besar, bila dibandingkan dengan suatu populasi yang memiliki perbandingan yang menunjukkan jumlah jantan yang lebih besar dari pada jumlah betina.
Perbedaan jenis kelamin ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, diantaranya keadaan musim dan kepadatan populasi. Seandainya populasinya menjadi lebih padat, maka akan lahir jenis betina-betina yang bersayap, sehingga dapat menyebar dan berkembang biak di tempat-tempat yang baru. Pada musim panas, telur-telur betina hasil pembiakan secara parthenogenesis akan menghasilkan individu-individu jenis jantan maupun jenis betina, yang selanjutnya menghasilkan telur-telur yang dibuahi (Natawigana, 1990).
c. Sifat Mempertahankan Diri
Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, serangga memiliki alat atau kemampuan untuk melindungi diri dari serangan musuhnya. Misalnya ulat melindungi diri dengan bulu atau selubungnya. Bebarapa spesies serangga dapat mengeluarkan racun atau bau untuk menghindari serangga musuhnya, atau memiliki alat penusuk untuk membunuh lawan atau mangsanya. Kebanyakan serangga akan berusaha menghindar atau meloloskan diri bila terganggu atau diserang musuhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam.
Beberapa perlindungan serangga untuk melawan musuhnya adalah : a) Kamuflase (penyamaran), digunakan serangga berbaur pada lingkungan mereka agar terhindar dari pendeteksian pemangsa, seperti menyerupai ranting atau daun tanaman, b) Taktik menakuti musuh, yaitu serangga tertentu mampu mengelabui musuh dengan cara meniru spesies serangga lain agar terhindar dari pemangsanya, yang dikenal dengan istilah serangga mimikri. Cara meniru serangga mimikri terhadap serangga lain, misalnya perilaku, ukuran tubuh, maupun bentuk pola warna, c) Pengeluaran senyawa kimia dan alat penusuk (penyengat) adalah kemampuan serangga mengeluarkan senyawa kimia beracun atau bau untuk menghindari serangan musuhnya. Terdapat alat penusuk pada serangga digunakan untuk menyengat atau membunuh lawan/ mangsanya. (Natawigena, 1990).
d. Daur Hidup
Daur hidup adalah waktu yang dibutuhkan semenjak terjadinya telur sampai serangga menjadi dewasa yang siap untuk berkembang biak. Daur hidup serangga umumnya pendek. Serangga yang memiliki daur hidup yang pendek, akan memiliki frekwensi bertelur yang lebih tinggi atau lebih sering, bila dibandingkan dengan serangga lainnya yang memiliki daur hidup lebih lama (Natawigena, 1990).
e. Umur imago (Serangga Dewasa).
Pada umumnya imago dari seekor serangga berumur pendek, misalnya ngengat (imago) Tryporyza innotata berumur antara 4 – 14 hari. Umur imago yang lebih lama, misalnya kumbang betina Sitophilus oryzae umurnya dapat mencapai antara 3 – 5 bulan, sehingga akan mempunyai kesempatan untuk bertelur lebih sering (Natawigena, 1990).
2. Faktor Luar
Faktor luar yang dapat mempengaruhi kehidupan serangga untuk bertahan hidup dan berkembang biak, yaitu :
1.1  Faktor Fisik
1.2  Faktor Biotik
1.3  Faktor Makanan
2.1 Faktor Fisik
a. Suhu / Temperatur
Setiap spesies serangga mempunyai jangkauan suhu masing-masing dimana ia dapat hidup, dan pada umunya jangkauan suhu yang efektif adalah suhu minimum. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami kematian. Efek ini terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang lain (Ross, et al., 1982;Krebs, 1985). Umumnya kisaran suhu yang efektif adalah 15ºC (suhu minimum), 25ºC suhu optimum dan 45ºC (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk melahirkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur akan sedikit (Natawigena, 1990).


b. Kelembaban Hujan
Air merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan bagi mahluk hidup termasuk serangga. Namun kebanyakan air, seperti banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga, termasuk juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat menghanyutkan larva yang baru menetas. (Natawigena, 1990).
Umumnya serangga memperoleh air melalui makanan yang mengandung air. Secara langsung biasanya serangga tidak terpengaruh oleh curah hujan normal, namun hujan yang lebat secara fisik akan menekan populasi serangga. Curah hujan juga memberikan efek secara tidak langsung terhadap kelembaban suatu lahan, , kelembaban di udara, dan tersedianya tanaman sebagai makanan serangga. Seperti halnya suhu, serangga membutuhkan kelembaban tertentu/sesuai bagi perkembangannya. Pada umumnya serangga membutuhkan kelembaban tinggi bagi tubuhnya yang dapat diperoleh langsung melalui udara dan tanaman yang mengandung air (Krebs, 1985).
c. Cahaya, Warna dan Bau
Cahaya adalah faktor ekologi yang besar pengaruhnya bagi serangga, diantaranya lamanya hidup, cara bertelur, dan berubahnya arah terbang. Banyak jenis serangga yang memilki reaksi positif terhadap cahaya dan tertarik oleh sesuatu warna, misalnya oleh warna kuning atau hijau. Beberapa jenis serangga diantaranya mempunyai ketertarikan tersendiri terhadap suatu warna dan bau, misalnya terhadap warna-warna bunga. Akan tetapi ada juga yang tidak menyukai bau tertentu (Natawigena, 1990).
d. Angin
Angin dapat berpengaruh secara langsung terhadap kelembaban dan proses penguapan badan serangga dan juga berperan besar dalam penyebaran suatu serangga dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Baik memiliki ukuran sayap besar maupun yang kecil, dapat membawa beberapa ratus meter di udara bahkan ribuan kilometer (Natawigena, 1990).
e. Makanan
Tersedianya makanan baik kualitas yang cocok maupun kualitas yang cukup bagi serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat. Sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat menurun.
2. Faktor Biotik
Faktor biotik berupa predator, parasit, potogen atau musuh-musuh alami bagi serangga dan Entomopatogen.
a. Predator
Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain. Istilah predatisme adalah suatu bentuk simbiosis dari dua individu yang salah satu diantara individu tersebut menyerang atau memakan individu lainnya satu atau lebih spesies, untuk kepentingan hidupnya yang dapat dilakukan dengan berulang-ulang. Individu yang diserang disebut mangsa.
b. Parasit
Parasitisme adalah bentuk simbiosis dari dua individu yang satu tinggal, berlindung atau maka di atau dari individu lainnya yang disebut inang, selama hidupnya atau sebagian dari masa hidupnya. Bagi parasit, inang adalah habitatnya sedangkan mangsa bagi predator bukan merupakan habitatnya, selain itu pada
umumnya parasit memerlukan suatu individu inang bagi pertumbuhannya, apakah dalam jangka waktu sampai dewasa atau hanya sebagian dari stadia hidupnya, sedangkan predator memerlukan beberapa mangsa selama hidupnya. Predator pada umumnya lebih aktif dan mempunyai daur hidup yang lebih panjang, sedangkan parasit tidak banyak bergerak, agak menetap dan cenderung memiliki daur hidup yang pendek. Demikian pula ukuran tubuh predator lebih besar bila dibandingkan dengan mangsanya, sedangkan parasit pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil bila dibandingkan dengan inangnya (Natawigena, 1990).

c.Patogen
Patogen adalah Mikroorganisme yang dapat memnyebabkan infeksi dan menimbulkan penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga disebut entomopathogen, patogen berguna karena mematikan banyak jenis serangga hama tanaman, seperti jamur, bakteri dan virus. Patogen yang bisa mengendalikan hama dan penyakit disebut sebagai Pestisida Mikroba.
Entomopatogen dapat menimbulkan penyakit, meliputi cendawan, bakteri, virus, nematoda atau hewan mikro lainnya yang dapat mempengaruhi kehidupan serangga hama. Entomopatogen sudah mulai dikembangkan sebagai pestisida alami untuk mengendalikan serangga hama. Sebagai contoh Bacillus thuringiensis sudah diformulasikan dengan berbagai merek dagang. Bakteri ini akan menginfeksi larva sehingga tidak mau makan dan akhirnya larva mati. Demikian pula dengan cendawan sudah dikembangkan untuk mengendalikan serangga hama, seperti Metarhizium anisopliae yang digunakan  untuk  mengendalikan  larva  Oryctes  rhinoceros.  Entomopatogen lain seperti virus Nuclear Po1yhidrosis Virus (NPV) yang mempunyai prospek cukup baik untuk mengendalikan larva Lepidoptera, seperti ulat grayak.

Parasit and Parasitoid
Parasit adalah organism yang hidup menumpang pada inangnya yang berukuran lebih besar. Parasit mengambil makanan dari tubuh inangnya, parasit juga dapat melemahkan inangnya dan membunuh inangnya,
Parasitoid adalah serangga yang memparasitisasi serangga atau arhtropoda lainnya. Biasanya bersifat parasitic pada fase immature dan hidup bebas ketika memasuki fase dewasa,. Pada umumnya, parasitoid membunuh inang, namun dalam beberapa keadaan, inang bisa hidup dulu sebelum mengalami kematian.
6 ordo serangga (86 families) berpotensi sebagai parasitoid :
  1. - Coleoptera
  2. - Diptera (Tachinidae)
  3. - Hymenoptera (Ichneumonidae, Braconidae dan Chalcidoidae)
  4. - Lepidoptera
  5. - Neuropteran
  6. - Strepsiptera
Parasitoid juga melakukan penetrasi pada dinding tubuh dan bertelur di dalam tubuh inang atau meletakkan telurnya di luar tubuh inang. Kemudian dari telur tersebut menetas larva yang kemudian menetas dalam tubuh inang.
Parasitoid umumnya digunakan sebagai agen biocontrol, karena memiliki keuntungan sebagai berikut :
  1. Daya survivalnya cukup baik
  2. Hanya memerlukan satu (atau beberapa inang) untuk melengkapi perkembangan parasitoid
  3. Populasi parasitoid bisa sustain pada jumlah inang yang sedikit.
  4. Kebanyakan parasitoid memiliki kisaran inang yang sempit, seringkali menghasilkan respon numeric yang baik terhadap kepadatan inang.
  5. Sedangkan beberapa kekurangan penggunaan parasitoid, adalah sebagai berikut :
Kapasitas pencarian inang dapat berkurang dengan cepat karena sangat dipengaruhi oleh suhu atau factor lainnya.
Hanya betina melakukan pencarian, dan seringkali pencari yang baik hanya menghasilkan sedikit telur.
Sinkronisasi juga merupakan suatu masalah sulit yang dihadapi parasitoid,. Untuk menjadi efektif, siklus hidup parasitoid harus bertepatan dekat dengan inangnya sebelum menjadi stabil dan terjadi supresi. Sinkronisasi bisa tergantung oleh beberapa kondisi lingkungan, yang menyebabkan parasitoid gagal untuk mengurangi jumlah inang secara signifikan.
F  Faktor Makanan
Faktor makanan sangat penting bagi kehidupan serangga hama. Keberadaan faktor makanan akan dipengaruhi oleh :
1.      Suhu
2.      Kelembaban
3.      Curah hujan
4.      Tindakan manusia
Pada musim hujan, orang banyak menanam lahannya dengan berbagai tanaman. Apabila semua faktor lain sangat mendukung perkembangan serangga maka pertambahan populasi serangga akan sejalan dengan makin bertambahnya makanan. Keadaan sebaliknya akan menurunkan populasi serangga hama. Hubungan faktor makanan dengan populasi serangga itu disebut hubungan bertautan padat atau density independent. Oleh karena itu faktor makanan dapat digunakan untuk menekan populasi serangga hama, baik dalam bentuk tidak memahami lahan pertanian dengan tanaman yang merupakan makanan serangga hama, bisa juga menanami lahan pertanian dengan tanaman yang tidak disukai serangga hama tertentu atau dengan tanaman resistens. Misal makin luasnya tanaman kelapa akan meningkatkan, populasi Artona sp. Walaupun demikian Artona lebih menyukai daun tua dan bukan daun muda yang baru terbuka ataupun daun yang belum terbuka kurang disukai. Walang sangit hanya menghisap butir padi dalam keadaan matang susu. Jelaslah tersedianya kualitas makanan dalam jumlah yang memadai akan meningkatkan populasi hama dengan cepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog saya. Berilah komentar yang sopan dan sesuai tatakrama orang Indonesia, terimakasih.