Selasa, 25 Maret 2014

POLA - POLA KEBUDAYAAN

Masih berhubungan dengan postingan sebelumnya tentang Sosiologi Pertanian dari sumber yang sama. Materi kali ini adalah tentang "POLA - POLA KEBUDAYAAN".
Diharapkan jika materi ini digunakan untuk membuat laporan supaya JANGAN DI COPAST SEMUA, di edit supaya berbeda. DUKUNG GERAKAN STOP PLAGIARISM.






Disusun oleh


                                     Mukti Arta Sari                                    1214131068
                                     Mutiara Indira Putri                             1214131070
                                    Octa Primanda Mukti                           1214131076
                                     Ririn Aristiyani                                   1214131086
                                     Selvi Amelia                                        1214131092






 

 

ISI


2.1     Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Karya adalah sesuatu yang dihasilkan oleh masyarakat berupa teknologi dan kebudayaan, kebendaan, atau kebudayaan jasmaniah (material-culture)yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan pada keperluan masyarakat.

Rasa adalah meliputi jiwa manusia yang mewujudkan segala kaedah-kaedah dan nilai-nilai masyarakat yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Didalamnya termasuk agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwa manusiayang hidup bermasyarakat, dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan, yang berwujud teori murni, maupun yang telah disusun untuk langsung diamalkan dalam kehidupan masyarakat. Rasa dan cipta disebut juga kebudayaan rohaniah (spriritual dan culture).

7 unsur yang terdapat pada kebudayaan masyarakat:
1.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, dll)
2.      Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dll)
3.      Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem perkawinan)
4.      Bahasa (lisan maupun tertulis)
5.      Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dll)
6.      Sistem pengetahuan
7.      Religi (sistem kepercayaan)

Adat pola kebudayaan masyarakat dapat ditinjau dari beberapa aspek:
1.      Tingkat Nilai Budaya
Pada dasarnya hakekat seorang manusia atau masyarakat pertanian itu kedudukannya dalam ruang dan waktu, dan masyarakat pertanian itu memiliki hubungan dengan lingkungan alam, sehingga menghasilkan suatu nilai budaya.

2.      Tingkat Norma-Norma
Masyarakat pertanian memiliki suatu adat istiadat, cara, kebiasaan, tata kelakuan, yang dapat mengatur hubungan antar masyarakatnya dalam berbagai aspek agar hubungan itu dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan.



3.      Sistem Hukum
Di wilayah pedesaan yang masyarakattnya cenderung petani pasti memiliki tata kelakuan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih kongkrit. Tata kelakuan itu baik secara tertulis ataupun tidak tertulis yang nyatanya pasti memiliki akibat hukum atau hukum adat.

4.      Aturan-Aturan Khusus
Dalam kegiatan masyarakat petani memiliki aturan-aturan menurut ruang lingkup terbatas, ada yang menyangkut hukum aturan jual beli dan ada yang tidak, yaitu aturan sopan santun.

Kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama menurut wujudnya, yaitu:

1.      Kebudayaan Material

Kebudayaan m
aterial mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

2.       Kebudayaan Nonmaterial

Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi   ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1.      Gagasan (Wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilainorma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2.      Aktivitas (tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnyakonkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.



3.      Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan 
fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.


2.2              Tingkat Kemajuan Masyarakat dan Desa

Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional, yaitu merupakan produk dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung pada alam.

Menurut Paul H. Landis besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola kebudayaan tradisional ditentukan oleh:
1.      Sejauh mana ketergantungan terhadap alam,
2.      Tingkat teknologi yang dimiliki, dan
3.      Sistem produksi yang diterapkan.

Paul H. Landis juga mengemukakan ciri-ciri kebudayaan tradisional yaitu:

1.      Adaptasinya pasif,
2.      Rendahnya tingkat invasi,
3.      Kebiasaan hidup yang lamban,
4.      Kepercayaan kepada takhayul,
5.      Kebutuhan material yang bersahaja,
6.      Rendahnya kesadaran terhadap
7.      Standar moral yang kaku.

Mengukur tingkat kemajuan masyarakat, dapat dilakukan dengan melihat keragaman dalam kelembagaan di desa itu. Adanya lembaga di desa, dapat digunakan untuk menyalurkan cita-cita, tujuan-tujuan khusus dan segala macam keperluan warga dan kelompok masyarakat yang ada di desa.
Departemen Dalam Negeri, pada tahun 1972 telah membuat “typologi desa” untuk mengukur tingkat kemajuan suatu desa dengan melihat keragaman dan jumlah lembaga di desa.

Typologi desa dapat diartikan sebagai teknik untuk mengenal desa/tingkat perkembangan desa dengan melihat potensi desa.
Potensi desa adalah kemampuan yang mungkin dapat diaktifkan dalam pembangunan, mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja manusia itu sendiri.

Tingkat perkembangan desa ditentukan oleh:
1.      Imbang daya unsur-unsur dari dalam desa itu sendiri
2.      Pengaruh unsur-unsur dari luar lingkungan desa
3.      Intensitas pengaruh unsur luar ditentukan oleh posisi desa terhadap pusat-pusat unit wilayah yang lebih besar dari pusat-pusat fasilitas
Typologi desa tersebut menggunakan beberapa faktor yang penting dalam menentukan tahapan perkembangan desa:
1.      Desa swadaya
2.      Desa swakarya
3.      Desa swasembada
Ada 7 unsur potensi desa untuk menentukan tipe pokok perkembangan desa, yang masing-masing mempunyai skor sebagai berikut:
a.       Tingkat primitif    : skor 1
b.      Tingkat sekunder  : skor 2
c.       Tingkat tersiser     : skor 3
Ketujuh unsur tersebut adalah
1.      Mata pencaharian
2.      Output desa
3.      Adat istiadat
4.      Lembaga
5.      Pendidikan
6.      Gotong royong
7.      Penduduk

2.3    Hubungan Antara Desa dan Kota
Ada 3 pandangan hubungan antara desa dan kota yaitu:
1.      Pola kebudayaan
Kota digambarkan sebagai pola tradisional agung, dimana kota atau pusat-pusat kota sebagai puncak perkembangan potensi kemanusiaan, sedangkan desa merupakan pola kecil dimana masyarakat petani hidup dibawah pengaruh pola tradisional agung. Disamping itu, masyarakat petani dapat digambarkan pula sebagai “subkultur” dari kultur kota yang lebih besar. Selain dari pada itu, masyarakat petani tergantung kepada pola kota yang besar itu.

2.      Hubungan Ekonomi
Petani adalah produser primer (penghasil pangan dan bahan mentah), dimana selain untuk keperluan keluarga (subsisten) sebagian kecil juga dijual ke kota. Kota merupakan pusat ekonomi, sedangkan desa merupakan wilayah pendukungnya.

3.      Pemerintahan Negara
Yaitu hubungan antara rakyat yang tunduk kepada pemerintahan atau kekuasaan yang berpusat di ibukota.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke blog saya. Berilah komentar yang sopan dan sesuai tatakrama orang Indonesia, terimakasih.